Harapan Mulia Angger

     Angger adalah anak sulung dari 4 bersaudara. Ia putra dari Pak Burhan dan Bu Siti. Ia anak yang ceria, namun akhir-akhir ini tampak murung. Di usianya yang baru 8 tahun, Angger termasuk kakak yang baik. Bu Siti pagi itu mendekati Angger yang sedang menyendiri di pojok masjid dekat rumahnya. 
      "Mengapa Angger akhir-akhir ini sedih. Biasanya Angger ceria. Angger boleh kok bicara sama bunda,"ucap Bu Siti sambil membelai kepala Angger. 
       "Tidak apa-apa kok Bun, Angger hanya ingin sendiri. Bun, nanti Angger ikut Bapak ke pondok pesantren Pak Bus lagi ya?,"pinta Angger penuh harap. Angger memang sering sekali ikut menemani Pak Burhan silaturahmi ke pondok temannya. 
       "Boleh, tapi Bunda dibantu dulu menjaga adikmu ya?,"pinta Bu Siti. Angger pun mengangguk tanda setuju. Ia segera masuk rumah dan bermain dengan Maula, Nadia dan Zakiya. Wajah Angger sudah tak semurung sebelumnya. Bu Siti segera menuju dapur dan menyiapkan makan siang mereka. Sebelum dhuhur Pak Burhan sudah sampai rumah. Sabtu itu, setelah dhuhur Pak Burhan berencana silaturahmi ke pondok. Bu Siti segera menghampiri Pak Burhan.
        "Pak, nanti Angger ingin ikut ke pondok lagi. Tadi sudah ijin Ibu. Bolehkah Angger ikut?,"Bu Siti bertanya dengan lembut. 
        "Boleh. Di sana ada temannya Angger jg. Putranya Ustadz Busro,"jawab Pak Burhan. Setelah dhuhur Pak Burhan dan Angger pergi ke pondok. Maula dan dua adiknya tidur siang. Sore harinya sebelum Magrib Pak Burhan sudah pulang, namun Angger tidak ikut. Pak Burhan bercerita bahwa Angger mau tidur di sana. Besok sekolah libur. Dan Angger minta dijemput Ahad sore. Malam itu malam pertama Angger tidak tidur di rumah. Bu Siti agak cemas dan tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sebenarnya pagi sblm Angger ijin ikut Pak Burham, Angger baru saja bertengkar dengan Maula. Bu Siti pura-pura tidak tau. Ia kawatir gara-gara itu Angger tidak mau pulang. 
          Malam pun terasa lama bagi Bu Siti. Esok harinya Bu Siti meminta Pak Burhan menjemput Angger. Ia ingin tau mengapa Angger tidak mau pulang. Pak Burhan tidak ingin membuat istrinya kecewa. Ia segera ke pondok untuk menjemput Angger. Sekitar jam 10an, mereka sudah sampai rumah. Bu Siti segera memeluk Angger.
       "Mengapa Angger tadi malam tidak tidur di rumah?,"tanya Bu Siti.
       "Maaf Bun, sebenarnya Angger punya keinginan. Akhir-akhir ini Angger memikirkan hal itu. Takut Bunda tidak setuju. Tapi karena Bunda bertanya maka Angger akan menjawab. Angger pingin sekali belajar di pondok pesantren Pak Busro. Setelsh tadi malam, Angger mantap mau belajar ngaji dan belajar tentang kehidupan. Mulai besok pagi, ijinksn Angger menjadi santri di sana ya Bun,"pinta Angger. Mendengar cerita Angger, Bu Siti terharu. Harapan Angger sungguh mulia. Walaupun usianya masih 8 tahun, namun niat dan tekadnya tulus. 
        "Iya Angger. Bunda berusaha ikhlas dengan keputusan Angger. Jaga diri baik-baik di sana ya,"walau sambil terisak Bu Siti berusaha tersenyum. Siang itu, Bu Siti segera menyiapkan semua keperluan sekolah dan baju-baju Angger dalam koper. Angger bahagia sekali. Impiannya untuk jadi santri terkabul. Psk Burhan memeluk erat putra sulungnya. Dalam hati dilantunlan doa untuk Angger. Semoga Angger menjadi anak sholih dan menjadi teladan untuk 3 adiknya.
        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mantan Terindah

Ku Ikhlaskan