Sandiwara Pagi

     Pagi itu sekitar jam 09.30, Rahma tiba-tiba histeris. Bunda Inung, ibundanya Rahma tidak tahu penyebabnya. Rahma baru berusia 2 tahun namun sudah pandai bercerita.
     "Ada apa Rahma? Mengapa kamu tiba-tiba berteriak keras?"tanya Bunda Inung seraya mengecup kening Rahma. 
      "Ini lho Bunda, Barbienya tidak mau berdiri. Dari tadi Rahma ajak bermain malah tiduran terus"jawab Rahma mulai bercerita. Memang dari jam 8.00 tadi Rahma bermain sendiri. Bunda Inung membelai rambut Rahma dan berusaha menasehati.
       "Kalau Rahma capek bermain barbie, Rahma bisa kok bermain petak umpet dengan Kak Hani dan Kak Rijal,"ucap Bunda Inung mengalihkan perhatian Rahma yang masih terisak. Bunda Inung kemudian mengajak Rahma membereskan mainannya dan mencari kak Hani dan kak Rijal.
        "Kak Hani dan Kak Rijal, dek Rahma ditemani ya. Bunda mau memasak untuk makan siang kita"pinta Bunda Inung dengan lembut. 
        "Iya Bun. Nanti Rahma saya ajak bermain petak umpet"jawab Kak Hanifah yang biasa di panggil kak Hani oleh Rahma.
        "Siap Bunda. Bunda tidak usah kawatir. Nanti Hani dan Rahma saya ajak bermain bersama"kata Rijal anak sulung Bu Inung. Rahma mulai bersemangat lagi. Bunda Inung kemudian ke dapur menyiapkan sayur dan lauk untuk makan siang. Mereka bertiga bermain petak umpet dengan serunya. Namun baru 10 menit berlalu, tiba-tiba Rahma menangis lagi dan memanggil bundanya.
        "Bunda...Rahma tidak mau bermain bersama kak Hani dan kak Rijal"ucap Rahma masih dengan tersedu-sedu. Bu Inung segera mendekati Rahma dan mendekapnya erat.
       "Rahma sayang, Bunda baru memasak. Rahma bersama Kak Hani dan Kak Rijal menonton TV dulu ya?"pinta Bunda. Bunda Inung menggandeng Rahma dan mengajak Hani dan Rijal di ruang tengah. Mereka bertiga melihat film Upin Ipin. Tak terasa sudah pukul 10. Sayur bening kesukaan Rahma sudah siap. Bunda Inung berencana menggoreng ayam untuk lauknya. Namun tiba-tiba Rahma menangis lagi. Kali ini tangisnya kian keras. Rahma berguling-guling di depan TV. Kedua kakaknya berusaha membujuknya untuk tidak menangis namun tangis Rahma belum bisa dihentikan. Kemudian Rijal mendekati Bundanya di dapur. 
      "Bunda, yang menggoreng ayam Rijal saja. Rahma dari tadi menangis terus"kata Rijal yang sudah terbiasa membantu Bunda Inung. Sejak Rijal masuk SMP, Rijal mulai mandiri dan mau membantu Bundanya. Bunda Inung kemudian menggendong Rahma. Bunda berencana mengajak Rahma ke pasar membeli buah-buahan. 
       "Rahma, kok dari tadi rewel ya. Bisakah Rahma tersenyum? Senyum itu shodaqoh lho. Pahalanya banyak. Allah pasti suka kalau Rahma tersenyum dan tidak marah-marah"ucap Bunda sambil mengeluarkan motornya. Namun Rahma tidak menjawab dan masih menangis. Motor melaju perlahan. Bunda Inung berusaha membujuk Rahma untuk tidak menangis namun belum berhasil. Jarak rumah dengsn pasar sekitar 4 km. Di tengah perjalanan tiba-tiba tangis Rahma berhenti. Bunda Inung penasaran dan bertanya kepada Rahma.
       "Mengapa Rahma berhenti menangis?"tanya Bunda Inung sambil menghentikan motornya.  
       "Rahma sudah capek menangis Bun. Rahma hanya ingin bersama bunda. Hehehe..."Rahma tertawa riang. Bunda Inung pun ikut tertawa. Dari tadi ternyata Rahma bersandiwara. Rahma hanya ingin Bunda Inung menemai Rahma bermain. 
      "Alhamdulillah...Lain kali Rahma tidak perlu menangis. Rahma boleh kok bilang ke Bunsa, kalau Rahma ingin ditemani Bunda. Tapi Rahma juga harus tau kalau Bunda harus memasak juga"ucap Bunda sambil memeluk erat Rahma yang masih dalam gendongan. Rahma dan Bunda Inung kemudian melanjutkan perjalanan. Rahma kini tidak menangis lagi dan mulsi berdendang bersama laju motor yang mulai kencang. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mantan Terindah

Ku Ikhlaskan